1. Menurut ulama malikiah dan hambaliah menetapkan, bahwa istihsan adalah suatu dalil syara’ yang kehujjahannya dapat digunakan untuk menetapkan hukum terhadap sesuatu yang ditetapkan oleh qiyas atau umum nash. 2]. Menurut ulama hanafiah, bahwa kehujjahan istihsan dapat dipergunakan, dengan alasan bahwa berdalil dengan istihsan itu Definisiijma’ diatas akan memunculkan pertanyaan, apakah mungkin terjadi ijma’ atau tidak?. Ulama yang mengatakan mungkin terjadi ijma’ dengan alasan baik mengenai kecocokan pendapat atau perbedaannya”214. Tentang ijma’ sukuti ada tiga pendapat: Pertama; Menurut ulama jumhur berpendapat ijma’ sukuti tidak dapat Dalil– dalil hukum tersebut para jumhur ulama ada dalil hukum yang sepakati dan ada juga yang tidak sepakati. Dalil hukum yang disepakati adalah Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas tetapi antara Ijma dan Qiyas ada yang sepakat ada juga yang tidak akan tetapi yang tidak sepakat hanya sebagian kecil yang tidak menyepakati adanya dalil hukum qiyas. Halini juga ditegaskan dengan kesepakatan Jumhur Ulama bahwasanya dalil-dalil syar'iyyah yang menjadi sumber pengambilan hukum-hukum yang berkenaan dengan perbuatan manusia, kembali kepada empat sumber, yakni Al Qur'an, Sunnah, Ijma' dan Qiyas. Al Qur'an dan Sunnah adalah sumber hukum yang berdasar pada wahyu, sedangkan Ijma' dan Qiyas Ijtihaddalam bahasa Arab berasal dari kata jahada yang artinya bersunggung-sungguh atau mencurahkan segala daya dalam berusaha (Othman Ishak, 1980:1). Secara terminologis, ulama ushul mendefinisikan ijtihad sebagai mencurahkan kesanggupan dalam mengeluarkan hukum syara’ yang bersifat ‘amaliyah dari dalil-dalilnya yang terperinci baik AlMawardi (w. 450 H). Dalam kitabnya Al-Hawi al-Kabir, beliau menjelaskan, “Dasar tentang kebolehan melakukan hawalah terdapat pada As-Sunnah dan Ijma.” Imam Nawawi (w. 676 H). Dalam kitabnya Raudhatu At-Thalibin, beliau juga menegaskan bahwa hawalah merupakan perkara yang sudah disepakati tentang kebolehannya. “Pada asalnya hawalah itu . - Ijma' dan Qiyas merupakan dasar atau pokok hukum lain dalam agama Islam yang dijadikan sebagai rujukan dalam menetapkan hukum dan keputusan setelah Al-Qur'an dan berarti bahwa ijma' dan qiyas menjadi dasar/pokok hukum lain yang dapat dijadikan panduan dalam menjalankan kehidupan di dunia bagi umat jurnal "Aksioma Al-Musaqoh Journal of Islamic Economics and Business Studies" yang diterbitkan STAI La Tansa Mashiro Rangkasbitung disebutkan, ijma’ merupakan suatu proses mengumpulkan perkara dan memberi hukum atasnya serta menyakininya. Sementara qiyas, merupakan suatu proses mengukurkan sesuatu atas lainnya dan mempersamakannya. Namun Muhammadiyah, sebagai organisasi Islam di Indonesia tidak menjadikan ijma' dan qiyas sebagai sumber ajaran agama yang ajaran pokoknya hanyalah bersumber dari Al-Qur'an dan hadis saja. Namun ijma' dan qiyas hanya dijadikan sebagai proses bukan produk atau hanya sumber paratekstual, demikian diwartakan dan qiyas umumnya sering digunakan untuk menemukan solusi dari suatu permasalahan yang tidak ada di dalam Al-Qur'an dan Ijma' dan Qiyas Para ulama bersepakat bahwa ijma' terbagi menjadi dua jenis, yakni1. Ijma' QauliIjma' qauli adalah ijma' di mana para ulama mengeluarkan pendapatnya secara lisan maupun tertulis mengenai persetujuannya atas pendapat yang dikemukakan oleh ijtihad lain. 2. Ijma' SukutiJenis kedua adalah ijma' sukuti, yakni ijma' yang terjadi ketika para ulama memutuskan untuk diam di mana diamnya para ulama atau ahli ijtihad ini dianggap menyetujui pendapat yang dikemukakan oleh ahli ijtihad lainnya. Beberapa contoh ijma' di antaranya Diadakan azan dan iqamah sebanyak dua kali pada salat Jumat. Ketentuan ini mulai diterapkan pada masa kepemimpinan Ustman bin Affan. Keputusan membukukan Al-Qur'an, yang dilakukan pada masa kepemimpinan Abu Bakar As Shidiq. Diharamkannya minyak babi sesuai kesepakatan para ulama. Menjadikan as-sunnah sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur'an. Sementara qiyas terdiri dari 3 jenis. Berikut penjelasannya1. Qiyas Illat Qiyas illat menentukan suatu hukum untuk dapat direntangkan, dibandingkan atau diukur kepada masalah yang lain, sehingga para ulama secara mutlak akan sepakat mengenai hukum dari sesuatu yang telah dibandingkan tersebut. Misalnya saja hukum mengenai minuman anggur, di mana buah anggur merupakan makanan yang halal, namun saat anggur dibuat menjadi minuman, maka ia menjadi haram, karena minuman anggur mengandung alkohol yang memberikan efek memabukkan bagi orang yang Qiyas Dalalah Qiyas dalalah adalah jenis qiyas yang memperlihatkan kepada hukum yang didasarkan sesuai dengan dalil illat. Contoh dari qiyas jenis ini adalah ketika mengqiyaskan air nabeez dengan arak, yang pada baik nabeez maupun arak adalah sama-sama mengeluarkan bau yang terdapat pada minuman memabukkan. 3. Qiyas ShabahQiyas shabah adalah qiyas yang mempertemukan antara cabang dengan pokok persoalan hanya untuk adalah mengusap atau menyapu kepala anak berulang-ulang, di mana tindkan ini kemudian dibandingkan dengan menyapu lantai memakai juga Pengertian Muamalah, Contoh, dan Macam-Macamnya dalam Agama Islam Arti Ma'rifatullah Istilah dalam Islam & Berhubungan dengan Takwa - Sosial Budaya Penulis Dhita KoesnoEditor Addi M Idhom Bila sobat sedang perlu solusi dari pertanyaan “apa perbedaan ijma dan qiyas”, maka teman-teman sudah berada di tempat yang benar. Disini tersedia beberapa solusi mengenai soal tadi. Yuk baca lebih lanjut. —————— Pertanyaan apa perbedaan ijma dan qiyas Jawaban 1 untuk Pertanyaan apa perbedaan ijma dan qiyas Soal Apa perbedaan ijma dan qiyas —————————- Jawaban PENDAHULUAN Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Halo adik-adik para pejuang pencari ilmu, bagaimana kabarnya ?. kali ini Insha Allah kakak akan membantu menjawab pertanyaan adik-adik diatas yaitu “Apa perbedaan ijma dan qiyas ” . yuk langsung saja kita bahas. PEMBAHASAN Islam merupakan agama yang sempurna, satu-satunya agama yang didalamnya terdapat berbagai macam penjelasan mengenai cara menjalani kehidupan. baik itu hukum keluarga, muamalat perdata , jinayat pidana , murafaat acara , ketatanegaraan, hukum ekonomi, keuangan, bahkan hubungan antar bangsa. Tidak adasatupun permasalah yang terjadi dalam kehidupan ini tanpa adanya hukum yang mengatur dalam islam. maka para ulama berpendapat bahwa ada 4 sumber-sumber hukum yang digunakan di dalam islam, yaitu Al Quran, as Sunnah hadist , Ijma dan qiyas . ijma dan qiyas termasuk dalam sumber- sumber hukum islam. Ijma, yaitu sebuah kesepakatan ulama mengeanai suatu perkara bila tidak ditemukan hukumnya yang jelas dalam AL quran dan hadist. Ulama sampaikan arti ijma adalah “Kebulatan pendapat semua ahli ijtihad umat Muham-mad, sesudah wafatnya pada suatu masa, tentang suatu perkara hukum.” Ijma dapat dibagi dua, yaitu ijma Qauli dan ijma sukuti. Ijma Qauli adalah dimana para ulama berijtihad dengan menetapkan suatu hukum dengan lisannya maupun tulisan yang menjelaskan tentaang persetujuan akan suatu perkara. Kemudian ijma sukuti adalah diamnya ulama terhapap suatu perkara yang telah ditentukan hukumnya oleh mutjahid lainnya. Karena persetujuan. Urutan penentuan hukum melalui ijma adalah sebagai berikut a. Khulafaur Rasyidin 4 pemimpin pertama islam , bila tidak ada maka b. Pendapat imam madzab sekarang hanya ada 4 yaitu imam syafi’i, maliki, hanbai, hanafi, bila tidak ada c. Hasil dari ijma ulama yang mutawatir , atau umum digunakan yang sebagian besar ulama diseluruh dunia menyetujuinya. Jangan gunakan pendapat ahad , atau hanya disetujui satu orang ulama. Contoh penyelesaian dengan ijma adalah penentuan sholat tarawih dalam satu jamaah pada zaman sayiddina umar, dan pembukuan Al quran yang dimulai pada zama sayiidina abu bakar. Qiyas , yaitu penentuan suatu hukum yang belum ada ketentuan hukumnya baik dari Al Quran, Hadist maupun ijma. Dengan cara membandingkan atau mengibaratkan dengan suatu hukum yang telah ada , yang ada persamaan didalamnya. Contoh qiyas adalah pengharaman segala sesuatu yang memabukkan, hukum asalnya adalah ALLAH melarang meminum khamar karena memabukkan, kemudian kita mengambil qiyas untuk memberi hukum haram pada segala hal lain selain khamar yang dapat memabakkan. Yaitu sabu, ganja, pil koplo, dan narkoba jenis lainnya. KESIMPULAN Perbedaan ijma dan qiyas adalah 1. Ijma lebih diutamakan dari Qiyas. Bila bisa diselesaikan dengan ijma maka tidak perlu melakukan qiyas 2. Ijma adalah hasil pemikiran ulama mutjahid dalam penetuan suatu hukum yang diambil dari hasil meneliti AL Quran dan Hadist, sedangkan qiyas adalah pengibaratan yang dilakukan untuk menyelesaikan perkara yang belum pernah ada, yang kemudian dicarikan persamaannya dengan perkara yang jelas hukumnya. PELAJARI LEBIH LANJUT Demikian jawaban kakak, semoga dapat membantu, nah adik-adik untuk soal-soal perkara agama lain, adik-adik bisa cek link dibawah ini yaa. Insha ALLAH jawaban-jawabannya khair karena sudah terverifikasi oleh team brainly . cekidot ! Hikmah dan kandungan surah al-a’raf ayat 98 Sebutkan sumber sumber hukum islam dan jelaskan 1 per 1 Sebutkan 15 hal-hal yg harus saya contoh dari Rasulullah. Yg baiknya saja ya. Itu ngambil jwbannya dari foto ya Bantu dong bsk di kumpulkan bantu ya pliss mks bnyk kak Oke adik adik Semangat! Jangan lupa jadikan jawaban TERBAIK ! optitimcompetition ……………………………………………………………………………………………………………………………………… DETAIL JAWABAN Kelas XI Pelajaran Agama Kategori BAB 1 – Al Quran sebagai pedoman hidup Kata Kunci sumber hukum dalam islam. Ijma dan qiyas Kode —————— Sekian jawaban mengenai apa perbedaan ijma dan qiyas, mimin harap dengan jawaban tadi bisa membantu menjawab pertanyaan kamu. Bila kamu masih memiliki pertanyaan lain, silahkan gunakan tombol pencarian yang ada di situs ini. IJMA' DAN QIYAS MERUPAKAN SUMBER HUKUM DI DALAM ISLAM YANG TIDAK BOLEH - Seribu tahun lebih para ulama telah bersepakat bahwa sumberhukum dalam Islam selain Al-Qur’an dan Hadits juga ada Ijma’ dan Qiyas. Namun semenjak kemunculan segolongan kaum yg dengan jargonnya kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah, telah terjadi pemangkasaan seakan Ijma’ dan Qiyas sdh tdk diperlukan nya adalah; Dari sekian banyak artikel yg mereka tuliskan , atau dari berbagai tausiah yg mereka sampaikan hampir tdk pernah mereka menyebutkan adanya Ijma’ dan Qiyas, namun mereka senantiasa menekankan agar ummat hanya kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits tersebut tampaknya memang sengaja mereka lakukan sebagai salah satu bagian dari usaha mereka untuk menjauhkan ummat islam dari kitab-kitab hasil karya para ulama yg mu’tabaroh , yg mana dari kitab-kitab tsb dalam mensarikan dari kandungan Al-Qur’an dan Hadits tidak terlepas adanya Ijma’ dan mensikapi fenomena tersebut, melalui status ini saya akan mencoba sedikit memaparkan tentang apa peran dan fungsi dari Ijma’ dan Qiyas yg sdh mulai ditinggal oleh HUKUM ISLAMKata-kata “Sumber Hukum Islam’ merupakan terjemahan dari lafazh Masâdir al-Ahkâm. Kata-kata tersebut tidak ditemukan dalam kitab-kitab hukum Islam yang ditulis oleh ulama-ulama fikih dan ushul fikih klasik. Untuk menjelaskan arti sumber hukum Islam’, mereka menggunakan al-adillah al-Syariyyah. Penggunaan mashâdir al-Ahkâm oleh ulama pada masa sekarang ini, tentu yang dimaksudkan adalah searti dengan istilah al-Adillah al-Syar’ dimaksud Masâdir al-Ahkâm adalah dalil-dalil hukum syara’ yang diambil diistimbathkan daripadanya untuk menemukan hukum’.Sumber hukum dalam Islam, ada yang disepakati muttafaq para ulama dan ada yang masih dipersilisihkan mukhtalaf. Adapun sumber hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah Al Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Para Ulama juga sepakat dengan urutan dalil-dalil tersebut di atas Al Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.$ads={1}Sedangkan sumber hukum Islam yang masih diperselisihkan di kalangan para ulama selain sumber hukum yang empat di atas adalah istihsân, maslahah mursalah, istishâb, uruf, madzhab as-Shahâbi, syar’u man demikian, sumber hukum Islam berjumlah sepuluh, empat sumber hukum yang disepakati dan enam sumber hukum yang diperselisihkan.[4] Wahbah al-Zuhaili menyebutkan tujuh sumber hukum yang diperselisihkan, enam sumber yang telah disebutkan di atas dan yang ketujuh adalah ad-dzara’ ulama menyebutkan enam sumber hukum yang masih diperselisihkan itu sebagai dalil hukum bukan sumber hukum, namun yang lainnya menyebutkan sebagai metode sumber hukum yang disepakati jumhur ulama yakni Al Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas, landasannya berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Shahabat Nabi Saw Muadz ibn Jabal ketika diutus ke مُعَاذِ بن جَبَلٍ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ، قَالَ لَهُ”كَيْفَ تَقْضِي إِنْ عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ؟”، قَالَ أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ، قَالَ”فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي كِتَابِ اللَّهِ؟”قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ”فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟”قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي وَلا آلُو، قَالَ فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرَهُ، وَقَالَ”الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ”“Dari Muadz ibn Jabal ra bahwa Nabi Saw ketika mengutusnya ke Yaman, Nabi bertanya “Bagaimana kamu jika dihadapkan permasalahan hukum? Ia berkata “Saya berhukum dengan kitab Allah”. Nabi berkata “Jika tidak terdapat dalam kitab Allah” ?, ia berkata “Saya berhukum dengan sunnah Rasulullah Saw”. Nabi berkata “Jika tidak terdapat dalam sunnah Rasul Saw” ? ia berkata “Saya akan berijtihad dan tidak berlebih dalam ijtihad”. Maka Rasul Saw memukul ke dada Muadz dan berkata “Segala puji bagi Allah yang telah sepakat dengan utusannya Muadz dengan apa yang diridhai Rasulullah Saw”.Baca juga - Amalan Agar Satu Rumah Menjadi Orang ShalihHal yang demikian dilakukan pula oleh Abu Bakar ra apabila terjadi kepada dirinya perselisihan, pertama ia merujuk kepada kitab Allah, jika ia temui hukumnya maka ia berhukum padanya. Jika tidak ditemui dalam kitab Allah dan ia mengetahui masalah itu dari Rasulullah Saw,, ia pun berhukum dengan sunnah Rasul. Jika ia ragu mendapati dalam sunnah Rasul Saw, ia kumpulkan para shahabat dan ia lakukan musyawarah. Kemudian ia sepakat dengan pendapat mereka lalu ia berhukum memutus permasalahan.[8] Karena itu, pembahasan ini sementara kami batasi dua macam sumber hukum saja yaitu ijma’ dan dalam pengertian bahasa memiliki dua arti. Pertama, berupaya tekad terhadap sesuatu. disebutkan أجمع فلان على الأمر berarti berupaya di firman Allah Swt“Karena itu bulatkanlah keputusanmu dan kumpulkanlah sekutu-sekutumu. kedua, berarti kesepakatan. Perbedaan arti yang pertama dengan yang kedua ini bahwa arti pertama berlaku untuk satu orang dan arti kedua lebih dari satu dalam istilah ahli ushul adalah kesepakatan semua para mujtahid dari kaum muslimin dalam suatu masa setelah wafat Rasul Saw atas hukum rukun ijma’ dalam definisi di atas adalah adanya kesepakatan para mujtahid kaum muslimin dalam suatu masa atas hukum syara’ .Kesepakatan’ itu dapat dikelompokan menjadi empat hal1. Tidak cukup ijma’ dikeluarkan oleh seorang mujtahid apabila keberadaanya hanya seorang mujtahid saja di suatu masa. Karena kesepakatan’ dilakukan lebih dari satu orang, pendapatnya disepakati antara satu dengan yang Adanya kesepakatan sesama para mujtahid atas hukum syara’ dalam suatu masalah, dengan melihat negeri, jenis dan kelompok mereka. Andai yang disepakati atas hukum syara’ hanya para mujtahid haramain, para mujtahid Irak saja, Hijaz saja, mujtahid ahlu Sunnah, Mujtahid ahli Syiah, maka secara syara’ kesepakatan khusus ini tidak disebut Ijma’. Karena ijma’ tidak terbentuk kecuali dengan kesepakatan umum dari seluruh mujtahid di dunia Islam dalam suatu Hendaknya kesepakatan mereka dimulai setiap pendapat salah seorang mereka dengan pendapat yang jelas apakah dengan dalam bentuk perkataan, fatwa atau Kesepakatan itu terwujudkan atas hukum kepada semua para mujtahid. Jika sebagian besar mereka sepakat maka tidak membatalkan kespekatan yang banyak’ secara ijma’ sekalipun jumlah yang berbeda sedikit dan jumlah yang sepakat lebih banyak maka tidak menjadikan kesepakatan yang banyak itu hujjah syar’i yang pasti dan MUJTAHIDMujtahid hendaknya sekurang-kurangnya memiliki tiga syaratSyarat pertama, memiliki pengetahuan sebagai berikutPertama. Memiliki pengetahuan tentang Al Qur’ Memiliki pengetahuan tentang Memiliki pengetahuan tentang masalah Ijma’ kedua, memiliki pengetahuan tentang ushul ketiga, Menguasai ilmu itu, al-Syatibi menambahkan syarat selain yang disebut di atas, yaitu memiliki pengetahuan tentang maqasid al-Syariah tujuan syariat. Oleh karena itu seorang mujtahid dituntut untuk memahami maqasid al-Syariah. Menurut Syatibi, seseorang tidak dapat mencapai tingkatan mujtahid kecuali menguasai dua halpertama, ia harus mampu memahami maqasid al-syariah secara sempurna,kedua ia harus memiliki kemampuan menarik kandungan hukum berdasarkan pengetahuan dan pemahamannya atas maqasid IJMA’Apabila rukun ijma’ yang empat hal di atas telah terpenuhi dengan menghitung seluruh permasalahan hukum pasca kematian Kanjeng Nabi Muhammad Saw dari seluruh mujtahid kaum muslimin walau dengan perbedaan negeri, jenis dan kelompok mereka yang diketahui hukumnya. Perihal ini, nampak setiap mujtahid mengemukakan pendapat hukumnya dengan jelas baik dengan perkataan maupun perbuatan baik secara kolompok maupun juga - Amalan Agar Satu Rumah Menjadi Orang ShalihSelanjutnya mereka mensepakati masalah hukum tersebut, kemudian hukum itu disepakati menjadi aturan syar’i yang wajib diikuti dan tidak mungkin menghindarinya. Lebih lanjut, para mujtahid tidak boleh menjadikan hukum masalah ini yang sudah disepakati garapan ijtihad, karena hukumnya sudah ditetapkan secara ijma’ dengan hukum syar’i yang qath’i dan tidak dapat dihapus dinasakh.QIYASQiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al Qur’an dan hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain, Qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat demikian qiyas itu penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang serupa karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama hukum meminum khamar, nash hukumnya telah dijelaskan dalam Al Qur’an yaitu hukumnya haram. Sebagaimana firman Allah Swt“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. meminum khamr berdasar illat hukumnya adalah memabukan. Maka setiap minuman yang terdapat di dalamnya illat sama dengan khamar dalam hukumnya maka minuman tersebut adalah qiyas merupakan aktivitas akal, maka beberapa ulama berselisih faham dengan ulama jumhur. Pandangan ulama mengenai qiyas ini terbagi menjadi tiga kelompok1. Kelompok jumhur, mereka menggunakan qiyas sebagai dasar hukum terhadap hal-hal yang tidak jelas nashnya baik dalam Al Qur’an, hadits, pendapat shahabt maupun ijma Mazhab Zhahiriyah dan Syiah Imamiyah, mereka sama sekali tidak menggunakan qiyas. Mazhab Zhahiri tidak mengakui adalanya illat nash dan tidak berusaha mengetahui sasaran dan tujuan nash termasuk menyingkap alasan-alasannya guna menetapkan suatu kepastian hukum yang sesuai dengan illat. Sebaliknya, mereka menetapkan hukum hanya dari teks nash Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyas, yang berusaha berbagai hal karena persamaan illat. Bahkan dalam kondisi dan masalah tertentu, kelompok ini menerapkan qiyas sebagai pentakhsih dari keumuman dalil Al Qur’an dan QIYASJumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah syar’i dan termasuk sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang lain. Apabila tidak terdapat hukum dalam suatu masalah baik dengan nash ataupun ijma’ dan yang kemudian ditetapkan hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat maka berlakulah hukum qiyas dan selanjutnya menjadi hukum syar’ ayat Al Qur’an yang dijadikan dalil dasar hukum qiyas adalah firman Allah“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari siksa Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka hukuman dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah Kejadian itu untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan. ayat di atas bahwasanya Allah Swt memerintahkan kepada kita untuk mengambil pelajaran’, kata I’tibar di sini berarti melewati, melampaui, memindahkan sesuatu kepada yang lainnya. Demikian pula arti qiyas yaitu melampaui suatu hukum dari pokok kepada cabang maka menjadi hukum yang diperintahkan. Hal yang diperintahkan ini mesti diamalkan. Karena dua kata tadi i’tibar dan qiyas’ memiliki pengertian melewati dan melampaui.“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah Al Quran dan Rasul sunnahnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya. di atas menjadi dasar hukum qiyas, sebab maksud dari ungkapan kembali kepada Allah dan Rasul’ dalam masalah khilafiyah, tiada lain adalah perintah supaya menyelidiki tanda-tanda kecenderungan, apa yang sesungguhnya yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Hal ini dapat diperoleh dengan mencari illat hukum, yang dinamakan diantara dalil sunnah mengenai qiyas ini berdasar pada hadits Muadz ibn Jabal, yakni ketetapan hukum yang dilakukan oleh Muadz ketika ditanya oleh Rasulullah Saw, diantaranya ijtihad yang mencakup di dalamnya qiyas, karena qiyas merupakan salah satu macam dalil yang ketiga mengenai qiyas adalah ijma’. Bahwasanya para shahabat Nabi Saw sering kali mengungkapkan kata qiyas’. Qiyas ini diamalkan tanpa seorang shahabat pun yang mengingkarinya. Di samping itu, perbuatan mereka secara ijma’ menunjukkan bahwa qiyas merupakan hujjah dan waji b bahwa Abu Bakar ra suatu kali ditanya tentang kalâlah’ kemudian ia berkata “Saya katakan pengertian kalâlah’ dengan pendapat saya, jika pendapat saya benar maka dari Allah, jika salah maka dari syetan. Yang dimaksud dengan kalâlah’ adalah tidak memiliki seorang bapak maupun anak”. Pendapat ini disebut dengan qiyas. Karena arti kalâlah sebenarnya pinggiran di jalan, kemudian dianalogikan tidak memiliki bapak dan yang keempat adalah dalil rasional. Pertama, bahwasanya Allah Swt mensyariatkan hukum tak lain adalah untuk kemaslahatan. Kemaslahatan manusia merupakan tujuan yang dimaksud dalam menciptakan hukum. Kedua, bahwa nash baik Al Qur’an maupun hadits jumlahnya terbatas dan final. Tetapi, permasalahan manusia lainnya tidak terbatas dan tidak pernah selesai. Mustahil jika nash-nash tadi saja yang menjadi sumber hukum syara’. Karenanya qiyas merupakan sumber hukum syara’ yang tetap berjalan dengan munculnya permasalahan-permasalahan yang baru. Yang kemudian qiyas menyingkap hukum syara’ dengan apa yang terjadi yang tentunya sesuai dengan syariat dan juga - Ijazah Mimpi Bertemu Rasulullah dari Habib Abdullah bin Abdul Qadir BilfaqihRUKUN QIYASQiyas memiliki rukun yang terdiri dari empat hal1. Asal pokok, yaitu apa yang terdapat dalam hukum nashnya. Disebut dengan al-maqis Fara’ cabang, yaitu sesuatu yang belum terdapat nash hukumnya, disebut pula Hukum al-asal, yaitu hukum syar’i yang terdapat dalam dalam nash dalam hukum asalnya. Yang kemudian menjadi ketetapan hukum untuk fara’.4. Illat, adalah sifat yang didasarkan atas hukum asal atau dasar qiyas yang dibangun sekilas tentang Ijma’ dan ada A’ Kyai Sumarsam, Katib PCNU Lubuklinggau, Sumatera SelatanDemikian artikel " Ijma' Dan Qiyas Merupakan Sumber Hukum Di Dalam Islam Yang Tidak Boleh Dihilangkan "Wallahu a'lam BishowabAllahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah -

pertanyaan tentang ijma dan qiyas